Yogyakarta (TROBOSLIVESTOCK.COM). Kuda andong dan kusir andong bertahan di tengah perubahan jaman, membutuhkan perhatian pemerintah untuk masalah pakan, kesehatan dan perbaikan keturunan (genetik). Kuda merupakan kunci eksistensi andong, alat transport tradisional yang diangkat menjadi salah satu dari 8 ikon keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Demikian terungkap pada Workshop Pengembangan Ternak Kuda dan Andong yang digelar sebagai rangkaian Lustrum X Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, di Ruang Sidang Besar kampus setempat, Jumat (8/11/2019). Narasumber pada acara yang dimoderatori oleh Tri Satya Mastuti Widi ini antara lain GBPH Yudhaningrat (Penasehat Paguyuban Kusir Andong DI Yogyakarta), Agus Arif Nugroho (Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta), dan Panjono (Dosen Ilmu Ternak Potong dan Ternak Kerja Fapet UGM). Hadir pula ketua Paguyuban Kusir Andong DIY Purwanto dan belasan anggotanya yang rata-rata berasal dari kabupaten Sleman dan Bantul.
Dekan Fakultas Peternakan UGM Prof Ali Agus, saat membuka acara ini menyatakan, Fapet UGM memiliki perhatian pada kuda, terbukti kampus memiliki beberapa ekor kuda, turut berpartisipasi pada lomba pacuan kuda, dan mengajarkan matakuliah tentang kuda. “Kali ini kami menyapa kusir yang sekaligus pemilik kuda andong. Kuda andong, bukan saja sebagai sarana untuk bekerja dan alat transportasi ikonik, namun juga plasma nutfah yang jangan sampai punah,” kata dia.
Purwanto mengungkapkan, kusir andong, yang rata-rata adalah pemilik/peternak kuda membutuhkan perhatian dari Dinas Peternakan. “Selama ini perhatian dari Dinas Perhubungan untuk pengelolaan andong sebagai alat transportasi wisata berjalan baik. Sesuai bimbingan, kami menegakkan disiplin agar para kusir tidak membiarkan kotoran kuda jatuh di jalan, menyediakan kantong dan menjaga kebersihannya. Kalau lalai, ada sanksi dari paguyuban kusir. Bahkan air kencing kuda di jalanan pun kami langsung siram dengan air dan pewangi,” tuturya.
Dia mengharapkan Dinas Peternakan dapat mengikuti langkah Dinas Perhubungan, dengan cara memberikan pendampingan, terutama yang mendesak adalah untuk masalah pakan. “Karena lahan-lahan sumber pakan rumput sudah semakin berkurang. Kalau pakan semakin sulit didapatkan, maka kami khawatir kusir akan bosan memelihara kuda, dan bahkan nanti tidak ada generasi yang meneruskan,” ungkap Purwanto.
Yudhaningrat menyampaikan, pendanaan untuk pelestarian dan pengembangan kuda dan andong DI Yogyakarta, Yudhaningrat memandang perlu diperjuangkan untuk mendapatkan alokasi dana keistimewaan DIY, yang pada 2020 mendatang besarnya mencapai Rp 1,5 triliun. Terlebih, andong merupakan simbol keistimewaan DIY yang harus dilestarikan.
Yudhaningrat menjelaskan pengembangan ternak kuda di Yogyakarta menghadapi permasalahan yang persisten, yaitu terkendala oleh ketiadaan lahan yang cukup.
Hasil Survei Kuda Andong
Mewakili Tim Peneliti Kuda Andong Fakultas Peternakan UGM yang melakukan survei ilmiah untuk mengetahui kondisi aktual peternakan kuda andong di DI Yogyakarta, Panjono menjelaskan masih ada anggapan mempekerjakan ternak kuda untuk menarik andong adalah bentuk perbudakan. Padahal, asalkan semua aspek kesejahteraan hewan dipenuhi, tidak ada masalah dengan penggunaan kuda pada andong.
Tercukupinya aspek kesejahteraan hewan itu dapat dilihat pada kondisi tubuh, status kesehatan, perkandangan dan perilaku. Sebanyak 96,08% dari kuda andong yang disurvey memiliki kondisi tubuh yang baik, dengan body condition score (BCS) = 3. BCS di bawah 3 atau kuda terlalu kurus sangat kecil angkanya 2,94%, sedang di atas 3 atau terlalu gemuk hanya 0,98%. Kaki dan kuku kuda semuanya terawat dengan baik, dan 71,57% kuda berperilaku bersahabat meskipun dengan orang yang asing. Kondisi kandang kuda andong memenuhi kriteria cukup (luas 9 – 12,96m2) sebanyak 75,49% dan kriteria baik (luas lebih dari 12,96m2) sebesar 23,53%.
Lebih lanjut dia menerangkan, berdasarkan penelitian itu, kuda andong di DIY unik karena berkelamin betina, sebanyak 89,22% berumur 2-10 tahun. “Berbeda dengan kuda andong di kota lain yang rata-rata adalah kuda jantan,” katanya. Ditemukan 98% kuda andong di Yogyakarta adalah kuda sandel, dan hampir 2% berdarah thorough breed.
Dijelaskan Panjono, menjadi kusir andong ternyata adalah mata pencaharian utama, pekerjaan lainnya adalah sampingan. Rata-rata kepemilikan kuda antara 2-3 ekor. Income sampingan yang cukup bernilai adalah dari menjual anakan kuda. “Kita belum perlu khawatir akan kehabisan generasi penerus kusir andong. Karena 18,42% kusir berumur 21-30 tahun, dan 31,58% berumur 31-40 tahun dan 10,53% berumur 51-60 tahun,” terang dia.
Walaupun secara keseluruhan kondisi kuda andong digambarkan cukup baik, namun ada satu hal yang menurut Panjono harus segera ditangani. “Dari 102 kuda yang disurvey, 36,96% – nya terinfeksi cacing. Tentu ini membutuhkan penanganan dan perbaikan manajemen lebih lanjut,” ujar dia.
Acara puncak Lustrum X juga dimeriahkan dengan reuni akbar Kapgama (Keluarga Alumni Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada), lomba melukis anak-anak, festival kuliner / bazar produk olahan ternak, pemecahan rekor MURI makan 10.011 tusuk sate klathak oleh 1.967 orang dan fun bike yang melibatkan masyarakat umum full door prize utama dua ekor sapi sebagai simbol raja kaya. ist/ntr
Sumber: http://troboslivestock.com/detail-berita/2019/11/09/57/12273/pelestarian-dan-pengembangan-kuda-andong-perlu-perhatian-pemerintah
Link Terkait:
http://ugm.ac.id/id/berita/18697-upaya-konservasi-fapet-ugm-terhadap-kuda-dan-andong