Yogyakarta– Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan metode pembenihan alfalfa untuk mendorong terwujudnya Pembenihan Alfalfa Tropika (Alfalfa) di Indonesia. Pasalnya, kandungan gizi tanaman alfalfa dinilai sangat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas ternak masyarakat. Bahkan alfalfa sangat potensial juga menjadi pangan fungsional karena kadar protein tinggi dan juga asam amino esensial.
Hal itu diungkapkan Wakil Dekan Fapet UGM, Bambang Suwignyo PhD saat menyampaikan hasil penelitiannya tentang pengembangan pengaruh dolomit dan pencahayaan pada karakteristik generatif kinerja tanaman alfalfa di Indonesia, di Rumah Kaca Laboratorium Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan Pastura Kampus Fapet UGM, Yogyakarta, Rabu (21/03/2018).
“Dengan pengembangan riset yang intensif saat ini, kami berharap pemerintah segera mendukung lahirnya pusat pembenihan alfalfa tropik atau alfalfa tropical seed center), sekaligus untuk mengurangi ketergantungan impor biji alfalfa,” ujar dia.
Bambang dalam rilisnya menjelaskan, penelitian tentang alfalfa yang diadakannya bertujuan untuk menghasilkan biji alfalfa. Dan hal itu menjadi pembeda serta keunggulan penelitian tersebut di banding penelitian-penelitian sejenis lainnya.
“Sebab, menurut literatur yg dijumpainya, para peneliti Indonesia yang lain lebih banyak mengkaji sampai pada tahap menanam/vegetatif alfalfa. Sedangkan penelitian ini, tengah mengembangkan benihnya sebagaimana yang diharapkan,” kata Bambang.
Selama ini, lanjutnya, biji alfalfa yang ada di Indonesia hampir 100% diimpor. Padahal sebenarnya, Indonesia bisa mengembangkannya secara mandiri di dalam negeri.
Ia menuturkan, alfalfa merupakan tanaman pakan ternak yang berkualitas tinggi, bahkan kini menjadi pangan fungsional juga. Namun upaya pengembangan alfalfa di daerah tropis seperti Indonesia terbentur masalah pengadaan benihnya.
“Hasil penelitian sebelumnya mencatat, pengembangan alfalfa di Indonesia terbentur soal ketersediaan benihnya. Alfalfa tumbuh tapi tidak berbunga, atau bunga tidak menjadi biji. Kalaupun menjadi biji, tapi tidak tumbuh lagi kalau ditanam. Itu sebab, pemenuhan biji alfalfa di Indonesia hampir selalu dari impor,” papar Bambang lagi.
Lebih jauh, Bambang mengungkapkan bahwa hasil penelitiannya mencatat hasil produksi segar alfalfa mencapai 6-8 ton per hektare (ha). Selain itu, juga alfalfa mengandung 22-29% protein, dan mampu menghasilkan biji vertil yang bisa tumbuh jika ditanam dengan uji viabilitas hingga 67%.
“Jadi tingkat keberhasilannya cukup tinggi, setelah dilakukan penelitian lebih intens,” terang Bambang.
Manfaat Alfalfa
Alfalfa atau Medicago sativa merupakan legume atau tanaman sejenis tanaman herba tahunan yang memiliki beberapa ciri, yaitu berakar tunggang, batang menyelusur tegak dari dasar kayu dan tingginya berkisar 30-200 cm, serta daun tersusun tiga. Tangkai daun berbulu dan berukuran 5-30 mm. Kedalaman akar alfalfa dapat mencapai 2-4 meter (tahan lahan kering).
Saat memulai perkembangan batang, tunas aksiler di bagian bawah ketiak daun akan membentuk batang sehingga mahkota pada bagian dasar menjadi pangkal dan tunas aksiler di atas tanah membentuk percabangan. Perbungaan tersusun pada tandan yang padat dengan bunga kecil berwarna kuning. Tumbuhan ini mampu hidup hingga 30 tahun, bergantung dari keadaan lingkungan. Alfalfa juga memiliki bintil (nodul) akar yang mengandung bakteri Rhizobium meliloti sehingga dapat menambat atau mengikat nitrogen dari atmosfer untuk keperluan tumbuhan (membantu kesuburan lahan).
Alfalfa kaya akan berbagai zat gizi. Kandungan klorofilnya sangat tinggi, sehingga tumbuhan yang banyak dimanfaatkan daunnya ini dipercaya bisa menyembuhkan bermacam penyakit, mulai dari perut kembung sampai kanker. Selain itu, alfalfa dikenal sebagai hijauan pakan yang kandungan nutrisinya paling lengkap (sekitar 60 jenis) dengan tingkat kandungan paling tinggi di antara semua hijauan leguminosa pakan. Alfalfa kini telah menjadi pakan hijauan yang paling besar produksi globalnya di banding pakan hijauan lainnya.
“Sejauh ini pakan merupakan salah satu masalah utama dalam pengembangan ternak di Indonesia. Karena itu, kami sangat berharap Indonesia segera mengembangkan pembenihan alfalfa bagi peningkatan kualitas ternak di dalam negeri,” tandas Bambang menutup keterangannya.
Sumber: http://www.beritasatu.com/satu/484428-fapet-ugm-temukan-metode-pembenihan-alfalfa-tropik.html
Link terkait:
http://investor.id/infrastruktur/investor/ekonomi/ekonomi/484428-fapet-ugm-temukan-metode-pembenihan-alfalfa-tropik.html