Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas daratan 192 juta Ha memiliki 80% petani kecil yang berlahan kurang dari 1 Ha dan 28 juta rumah tangga petani dengan 11,1 juta diantaranya tidak memiliki lahan. Sebanyak 50% dari 13 juta Ha penghasil pangan (padi) berada di Pulau Jawa dan 50 % petani menguasai hanya 21% dari keseluruhan lahan pertanian.
“Atas dasar itulah, pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan perlu dilakukan. Masyarakat dapat diberdayakan untuk mengelola potensi-potensi lokal untuk mencapai kemakmuran,” ujar Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerja Sama Fapet UGM, Bambang Suwignyo, S.Pt., M.P., Ph.D. ketika memberikan pembekalan kepada peserta in-class training Work Based Academy, Senin (1/10) di Fapet UGM.
Menurut Bambang, ada empat aspek dalam proses pembangunan masyarakat, yaitu community recovery, capacity building, local resources management, dan networking development. “Keempat aspek tersebut hendaknya dilakukan secara simultan, tidak hanya pada saat masa proyek berjalan,” jelas dosen pada Laboratorium Hijauan dan Makanan Ternak Pastura tersebut.
Setelah keempat aspek tersebut dilaksanakan, proses adopsi dapat dimulai untuk mencapai kondisi berkelanjutan yang diinginkan. “Kondisi berkelanjutan yang diinginkan adalah yang paling dekat dengan cita-cita jangka panjang,” ujar Bambang.
Bambang menjabarkan, ada tiga kondisi yang diinginkan, yaitu dapat memuaskan perseorangan, keluarga dan masyarakat, mampu memperbaiki lingkungan, dan menguntungkan secara ekonomi.
Hingga saat ini, tim Fapet UGM telah melaksanakan pemberdayaan masyarakat di beberapa lokasi, salah satunya ialah pemberdayaan masyarakat di kawasan pesisir pantai selatan. Kawasan tersebut memiliki lahan berpasir, angin yang mengandung garam, dan tidak ada air di permukaan tanah. Produktivitas dan pendapatan masyarakat di daerah tersebut juga rendah. “Kondisi tersebut kami atasi salah satunya dengan bio mulsa, yaitu pengganti mulsa plastik yang terbuat dari jerami atau pakan yang tidak dikonsumsi lagi oleh ternak,” ujar Bambang. Bio mulsa dapat menjadi alternatif pengganti mulsa plastik yang lebih murah dan ramah lingkungan. (Humas Fapet/Nadia)