Minat anak muda membangun bisnis rintisan atau startup di Yogyakarta terus meningkat. Sayangnya, tidak banyak startup yang berdiri dapat mempertahankan bisnisnya secara berkelanjutan.
“Teknologi berperan penting dalam era revolusi industri ini, untuk itu pemanfaatannya perlu dioptimalkan khususnya dalam dunia bisnis. Mengenai modal, sekarang banyak sumber-sumber pendanaan yang bisa dicari, akses permodalan juga semakin mudah. Tidak sedikit lembaga atau instansi swasta maupun negeri yang menawarkan permodalan melalui berbagai skema pendanaan,” ujar Satyaguna Rakhmatulloh, dosen Fakultas Peternakan (Fapet) yang juga pendamping Program Wirausaha Muda Pertanian Kementerian Pertanian RI saat menjadi narasumber dalam Pelatihan Inkubator PPTI #2 pada Rabu (15/5).
Dosen yang akrab dipanggil Guna tersebut menambahkan, bisnis startup dapat menerapkan bisnis model kanvas, yaitu sebuah strategi manajemen berupa visual chart yang terdiri atas 9 elemen yang pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Osterwalder dalam bukunya yang berjudul Business Model Generation.
“Jika dilihat sepintas, sebenarnya alur model bisnis kanvas nampak cukup sederhana. Secara garis besar, alurnya mengalir dari satu elemen bisnis menuju elemen penting berikutnya,” ujar Guna.
Kesembilan elemen tersebut adalah customer segments, value proposition (keunggulan produk), channels, revenue streams (bagian paling vital yang harus dikelola semaksimal mungkin), key resource (sekat dalam bisnis model kanvas yang berisikan daftar sumber daya yang sebaiknya direncanakan dan dimiliki perusahaan), customer relationship, key activities, key partnership, dan cost structure (struktur pembiayaan bisnis).
“Selain bisnis model kanvas tersebut, juga dapat dijabarkan dalam bentuk value proposition canvas, yaitu alasan mengapa pelanggan memilih kita dibandingkan yang lain. Salah satu value proposition yang baik adalah manfaat yang menyelesaikan permasalahan pelanggan. Setiap value proposition dirancang untuk memenuhi kebutuhan dari pelanggan,” ujar Guna. (Humas Fapet/Nadia)