Fakultas Peternakan (Fapet) UGM mengembangkan rumput Gama Umami, yaitu mutasi rumput gajah yang telah diradiasi sinar gamma sehingga menghasilkan rumput yang lebih unggul dibandingkan dengan tetuanya. Rumput gajah dipilih karena rumput ini merupakan jenis yang unggul, disukai ternak ruminansia, dan sangat cocok dikembangkan di Indonesia yang merupakan negara beriklim tropis. Hasil produksi rumput Gama Umami lebih tinggi dibandingkan rumput gajah lokal sebagai tetua dan dalam setahun dapat dipanen hingga 6 kali.
“Mutasi dengan radiasi sinar gamma dapat memengaruhi morfologi, anatomi, dan fisiologi tanaman sehingga menghasilkan tanaman yang lebih unggul dibandingkan dengan tetuanya. Aplikasi radiasi sinar gamma digunakan pada organ vegetatif, bunga, dan biji tanaman rumput gajah,” ujar Ir. Nafiatul Umami, S.Pt., MP., Ph.D., IPM., ASEAN Eng., dosen Fapet UGM sekaligus ketua peneliti rumput Gama Umami ketika dihubungi pada Selasa (27/10).
Nafiatul menambahkan, rumput gajah yang mengalami penyinaran radiasi Gamma selanjutnya diseleksi dan didapatkan rumput Gama Umami dari penyinaran 100 Gray.
“Radiasi sinar gamma diketahui tidak meninggalkan residu radioaktif dalam meterial yang diradiasi. Proses radiasi pada rumput gajah menghasilkan keragaman jenis tanaman serta menghasilkan tanaman yang lebih produktif, terlihat dari morfologi, anatomi, biokimia, produksi dan fisiologi tanaman,” kata dosen yang akrab disapa Nafi tersebut.
Dalam penelitian yang dilakukan antara Fapet UGM bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) tersebut, diketahui bahwa hasil radiasi memengaruhi bulu pada tanaman rumput gajah Gama Umami yang lebih sedikit yang sangat berpengaruh terhadap palatabilitas (kemampuan mengecap makanan) pada ternak ruminansia. Hasil pertumbuhan vegetatif dan morfologi rumput gajah Gama Umami lebih baik dibandingkan dengan tetuanya karena sinar gamma didasarkan pada interaksi dengan atom atau molekul dalam sel, terutama air, untuk menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas tersebut dapat merusak atau memodifikasi komponen penting dari sel tumbuhan, misalnya dapat memengaruhi morfologi, anatomi, biokimia, dan fisiologi tanaman yang dapat menghasilkan tanaman yang lebih baik dan unggul.
“Pada proses pengujian dari hasil pemuliaan radasi sinar gama tanaman rumput gajah Gama Umami dilaporkan memiliki hasil pertumbuhan vegetatif sebagai berikut: tinggi tanaman yaitu antara 3,4-3,7 m, panjang tanaman 3,7-3,8 m, panjang daun 1,1-1,3 m, panjang ruas 12-15,3 cm, diameter batang 2,2 cm dan jumah tunas sebanyak 41-50,” jelas Nafi.
Pengujian juga dilakukan dengan melihat produksi biomassa dan komposisi kimia dari rumput Gama Umami. Berdasarkan hasil pengujian, dilaporkan bahwa produksi biomassa yang dihasilkan memiliki produksi segar mencapai 50 kg/meter persegi ubinan dibandingkan dengan rumput gajah lokal yang hanya mencapai 30 kg/meter persegi. Hasil komposisi kimia menunjukkan rerataan protein kasar 11,21% – 14,7%, lemak kasar 3,40%, serat kasar 34,26, ADF 45,84% dan NDF 66,00%. Dari hasil tersebut, terlihat bahwa rumput Gama Umami sangat baik jika diberikan ke ternak ruminansia dilihat dari produksi yang tinggi dan kandungan kimia yang baik.
Rumput Gama Umami telah dikenalkan dan dikembangkan oleh peternak terutama di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Satria Aji, peternak dari Bumi Kayangan Farm Gunung Kidul yang telah menanam Gama Umami di lahannya, mengatakan bahwa rumput tersebut mempunyai daya tumbuh luar biasa. Persentase tumbuh dari stek batang tinggi, tunas besar, dan dapat mencapai 10 tunas pada penanaman awal di musim kemarau.
Cahyo Kurmai, peternak dari Banyumas, mengatakan bahwa dirinya puas dengan pengembangan rumput Gama Umami di lahannya. Dari 1 stek yang awalnya hanya dua tunas, dalam waktu penanaman awal bertambah setiap minggunya hingga terdapat sekitar 20 batang tunas pada 2 bulan penanaman pertama, jumlah tunas mencapai 5 kali lipat pada pemotongan selanjutnya. Menurutnya, Gama Umami memiliki daun lebih hijau dibandingkan dengan rumput lainnya. Selain itu, tidak ada bulu halus bahkan jika kita tidur di atas daun tersebut tidak akan merasa gatal dibandingkan jika kita tidur di atas daun rumput gajah.
Cahyo mengatakan, Gama Umami juga memiliki batang yang empuk. Dirinya bahkan pernah mencoba memotong rumput tersebut pada umur 6 minggu dan dicoba untuk dikunyah. Cahyo merasakan batang rumput masih bisa dapat dikunyah dengan mudah dengan rasa agak manis. Hal ini sangat menguntungkan karena batang yang lunak tentu akan membuat ternak dapat memakan semuanya tanpa perlu dicacah apalagi jika peternak tidak memiliki mesin cacah.
Dekan Fapet UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU., ASEAN. Eng yang juga turut meneliti rumput Gama Umami mengatakan, selain digunakan sebagai pakan ternak, dilakukan juga pengujian dan pemprosesan menjadi biofuel terhadap rumput Gama Umami.
“Batang rumput Gama Umami diolah dengan melakukan serangkaian proses teknologi bioethanol. Hasil pengujian dilaporkan bahwa batang rumput Gama Umami mampu menghasilkan etanol. Kandungan serat pada batang rumput Gama Umami merupakan salah satu bahan penghasil etanol yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif dan berpotensi dalam memasok bahan bakar cair, padat, dan gas untuk penggantian bahan bakar fosil. Namun, masih dibutuhkan pengujian lebih lanjut sehingga nantinya dapat dikembangkan di Indonesia,” kata Ali Agus.
Hal senada diutarakan oleh tim peneliti lain, yaitu Dr. Ir. Bambang Suhartanto, DEA., IPU. ASEAN. Eng, Prof. Dr. Ir. Zaenal Bachruddin, M.Sc., ASEAN. Eng, dan Dr. Teguh Wahyono, S.Pt., M.Si dari PAIR BATAN yang menyatakan bahwa rumput Gama Umami sangat cocok untuk dikembangkan dan yakin akan mampu menyumbang kemajuan pakan ternak Indonesia.(Humas Fapet/Nadia)
Apakah sudah dipublish di Jurnal …?