Salah satu isu yang muncul dalam industri 4.0 adalah adanya automasi, yaitu pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh manusia akan diambil alih oleh robot. Data dari international analysis menunjukkan adanya potensi dampak jangka panjang dari outomasi terhadap berbagai sektor industri dan profesi pekerjaan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Departemen Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan (Fapet) UGM, Ir. F. Trisakti Haryadi, S.Pt., M.Si., Ph.D., IPM dalam Obrolan Peternakan (OPERA) yang diselenggarakan secara daring pada Sabtu (1/8).
Trisakti mengutip ada 3 tahapan gelombang automasi yang terjadi, yaitu di awal tahun 2020an, akhir tahun 2020an, dan pertengahan hingga akhir tahun 2030an. Tingkat automasi pekerjaan berdasarkan industri menunjukkan bahwa industri transportasi mengalami peningkatan yang sangat besar dari gelombang pertama hingga gelombang ketiga, begitu pula untuk industri jasa keuangan. Apabila dilihat dari aspek tingkat pendidikan, potensi pengaruh automasi pekerja dengan pendidikan tinggi relatif tidak seekstrim pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja berpendidikan menengah dan rendah.
“Di masa industri 4.0, juga terdapat pergeseran atas 10 jenis keterampilan atau skill yang sangat dibutuhkan. Pada 2015, critical thinking dan creativity berada di urutan ke-4 dan ke-10, namun pada 2020 menduduki urutan ke-2 dan ke-3. Selain itu, muncul keterampilan baru yang dibutuhkan di tahun 2020 ini, yaitu emotional intelligence dan cognitive flexibility,” ujar Trisakti.
Trisakti mengatakan, sarjana peternakan, yang umumnya bekerja di berbagai jenis pekerjaan, minimal memiliki posisi tenaga manajerial yang tentunya harus melaksanakan praktik kepemimpinan atau leadership yang berhubungan erat dengan proses pengambilan keputusan.
“Menurut teori, ada 4 dimensi kontinum terkait proses pengambilan keputusan. Dimensi pertama adalah kondisi yang simple atau sederhana yang mana antara causal dan effect sudah diketahui dengan jelas. Pada dimensi ini praktik leadership lebih dikenal dengan istilah “best practice” dengan adanya standard operating procedure. Pada dimensi kedua digambarkan situasi yang tidak sederhana lagi, yakni setelah sense diperlukan aktivitas analisis sebelum melakukan respon praktik leadership yang dilakukan dikenal dengan istilah “good practice”. Dimensi ketiga yang digambarkan sebagai kondisi sangat kompleks, praktik leadership disebut “emergent practice”, yaitu dalam pengambilan keputusan diperlukan aktivitas pembuktian terlebih dahulu sebelum melakukan respon. Dimensi yang keempat adalah suatu kondisi yang serba tidak pasti dengan tingkat uncertainity tinggi, mungkin seperti kondisi saat ini yakni adanya pandemi Covid-19 yang melanda sebagian besar dunia termasuk Indonesia. Pada kondisi ini, langkah yang diambil justru melakukan tindakan terlebih dahulu baru sense dan akhirnya respon. Praktik leadership yang digunakan dikenal dengan istilah “novel practice” ujar Trisakti.
Trisakti menambahkan, ada satu hal yang harus diperhatikan dalam kondisi pandemi agar produktivitas tetap bisa ditingkatkan, yaitu konsep work life balance. Seseorang diharapkan dapat mengatur waktu yang baik (seimbang) antara pekerjaan dengan kebutuhan pribadi, rekreasi, dan kehidupan dengan anggota keluarga maupun teman, apalagi ketika masih diwajibkan melakukan work from home. Dengan demikian, bekerja menjadi lebih produktif, lebih bahagia, lebih kreatif, dan relasi lebih baik.
Selain Ketua Departemen Sosial Ekonomi Peternakan Fapet UGM, ada beberapa narasumber lain yang merupakan alumni Fapet UGM. Alumni-alumni tersebut membagikan pengalamannya bekerja selama masa pandemi Covid-19 dan di era new normal atau adaptasi kebiasaan baru.
Doni Setiawan, S.Pt., alumni Fapet yang saat ini menjadi staf di Production Planning and Inventory Control Lifestock Beef Great Giant Foods mengatakan, attitude dan kompetensi merupakan dua hal penting yang harus dimiliki oleh seseorang ketika bekerja.
“Bisnis peternakan dalam 10 tahun terakhir sangat kompetitif. Attitude perlu terus dikembangkan, bisa dimulai dengan core value atau internal value. Saat ini, kita menjadi agent of change, sebuah tugas yang berat karena kita harus mampu menjadi diri sendiri. Sebagai pemimpin, kita tidak hanya menilai tapi juga dinilai,” ujar Doni.
Doni mengungkapkan, perubahan signifikan yang terjadi di masa pandemi ini adalah pengurangan biaya dan pengoptimalan prosedur. Pandemi mendorong percepatan strategi improvement, terutama dalam bidang IT yang saat ini menjadi prioritas.
“Dengan majunya teknologi, saat ini yang direkrut adalah tenaga-tenaga kerja yang siap dengan teknologi. Ini bisa menjadi peluang bagi para mahasiswa. Untuk berhasil mengambil peluang tersebut, mahasiswa harus memperbanyak pengalaman terlebih dahulu, misalnya melalui program magang di perusahaan. Saat ini bahkan ada perusahaan yang memfasilitasi magang secara daring,” kata Doni.
Ir. Oma Enggina Pradanasari Tenis, S.Pt., IPM, alumni Fapet UGM yang kini menjadi Senior Technical Sale Representative PT. Indovetraco Makmur Abadi (Charoen Pokphand Group) mengungkapkan, ada banyak perubahan selama pandemi.
“Dampak social distancing dan WfH adalah panic buying, turunnya permintaan, dan turunnya omset. Strategi yang coba kami lakukan adalah berkomunikasi dengan pelanggan. Hubungan yang sudah dibangun dengan baik dirasakan manfaatnya sekarang,” ujar Anggi.
Anggi mengungkapkan, karena pandemi, suplai barang import terhambat, komoditi ternak jatuh, dan peternak mengalami kesulitan penjualan. Oleh karena itu, penjualan lebih ditekankan secara online. Perusahaan tempatnya bekerja bahkan mengadakan pelatihan khusus penjualan online untuk menghadapi hal tersebut.
Perubahan yang drastis juga dirasakan oleh Joko Dwiwasono, S.Pt, alumni Fapet yang merupakan pemilik usaha ayam goreng Best Friend Chicken.
“Ketika awal pandemi, semua pesanan dibatalkan. Untuk mengatasi hal tersebut, pre order yang sudah disebar ke vendor dinegosiasi agar pengambilan bahan bisa dilakukan secara bertahap,” ujar alumni angkatan 2003 tersebut.
Strategi lain yang dilakukannya ialah efisiensi fixed cost terutama pada karyawan. Karyawan dirolling sehingga terdapat efisiensi gaji tetapi tetap bekerja sesuai keinginan.
“Saya berkreasi dengan paket-paket family yang dapat dibeli online agar orang tidak perlu keluar rumah. Usaha di bidang peternakan merupakan peluang di masa pandemi karena konsumsi protein hewani di Indonesia masih rendah, yaitu 13 kg/kapita/tahun. Ini merupakan peluang sekaligus kampanye gizi protein hewani,” ujar Joko.
Antofany Yustisia Ahmadi, S.Pt,alumni yang kini bekerja sebagai Marketing Manager di PT Astra International Tbk mengatakan, banyak ilmu dari bangku kuliah yang masih diterapkan hingga sekarang.
“Berkenaan dengan leadership, ada banyak hal yang bisa diterapkan. Leadership bukan hanya memimpin orang tetapi bagaimana menjalin hubungan dengan rekan kerja, bawahan, atau atasan. Di tempat saya bekerja, ada 7 kunci yang dinilai yang menjadi roadmap bagi setiap karyawan,” ujar alumni angkatan 2004 tersebut.
Ratna Widyasari, S.Pt., MM., alumni angkatan 1998 yang kini bekerja sebagai penyuluh pertanian muda Dinas Pertanian Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, mengatakan bahwa di masa new normal dirinya tetap terjun ke lapangan untuk mendampingi peternak mulai dari pembuatan kandang hingga manajemen pakan.Semua dilakukan dengan tetap memperhatikan standar protokol Covid-19.
“Banyak tantangan yang kami temui di lapangan, tetapi bagi saya justru mengasyikkan. Untuk mencapai lokasi peternakan, harus melalui jalan berlumpur, jembatan yang tidak standar, dan hutan yang jaraknya jauh. Untungnya,Barito merupakan daerah transmigrasi tempat banyak orang Jawa tinggal sehingga mempermudah komunikasi,” ujar Ratna.
Danny Adhi Pratomo, S.Pt., alumni yang kini bekerja sebagai Breeding and Partnership Manager di PT Widodo Makmur Perkasa mengatakan, dirinya bergerak di bidang kemitraan yang menggabungkan beberapa stakeholder, feedlot, perbankan, asuransi, dan kelompok peternak.
“Pada masa new normal, kita beranjak ke era yang baru yang menerapkan protokol kesehatan. Ada beberapa peluang yang perlu dicermati, yaitu penerapan produksi berbasis teknologi untuk mengefisiensikan biaya produksi. Saat ini, SDM masih berbasis jam kerja, sekarang disoroti karena harus berorientasi ke hasil. Di bidang peternakan, kita dituntut menciptakan produk-produk yang bergizi tinggi dan mempunyai nilai tambah,” ujar Danny.
Denis Febta Dianingratri, S.Pt., alumni yang kini bekerja sebagai staf di Animal Welfare dan Livestock Supply Chain Australian Rural Exports Pty, Ltd mengatakan, ada beberapa tantangan dan perubahan pola kerja, mulai dari penerapan protokol Covid-19, pembongkaran ternak di pelabuhan, hingga work from home.
“Sehari-hari, saya mengurusi penurunan ternak dari kapal dan penimbangan. Dengan adanya pandemi Covid-19, kami harus menyesuaikan diri. Ada beberapa tantangan yang ditemui, yaitu terbatasnya akses selama PSBB, ketatnya akses dan izin RPH, pola perubahan komunikasi, jaringan internet, dan terbatasnya akses masuk ke kapal ternak saat proses discharge,” ujar Denis.
Angia Clara Citra, S.Pt., alumni yang kini bekerja sebagai Deputy Manager PT Bank Central Asia, Tbk mengatakan,pada awalnya dirinya belum terbiasa mengikuti pola kerja yang berubah di masa new normal.
“Kantor kami merupakan salah satu bidang usaha yang harus tetap buka. Selama WfH, kami diberikan akses untuk membuka data-data yang tersimpan di komputer kantor dan tetap mengisi presensi digital untuk memastikan bahwa kami tetap bekerja,” ujar Angia.
Menurutnya, ada sisi positif di masa pandemi ini. Angia dapat mengikuti berbagai program pengembangan diri yang diselenggarakan oleh kantornya karena memiliki waktu luang yang lebih. Ia juga dapat lebih intens berolahraga, sesuatu yang tidak dapat dilakukan ketika situasi normal. (Humas Fapet/Nadia)