Industry 4.0. mengubah semua sektor industri termasuk bidang peternakan. Internet of things-IoT, big data, machine learning, artificial intelligence-AI, robot, dan sharing economy adalah wajah baru industri saat ini. Melalui Obrolan Peternakan (OPERA) seri #2 pada 12 Juni 2020, Fakultas Peternakan (Fapet) UGM memaparkan beberapa platform yang memanfaatkan teknologi terkini untuk mengoptimalkan usaha peternakan.
Galuh Adi Insani, S.Pt., M.Sc., dosen Fapet UGM sekaligus Chief Marketing Officer BroilerX mengatakan, dalam hal sumber daya alam dan sumber daya genetik, Indonesia lebih kaya dibandingkan dengan Singapura. Namun, Singapura lebih unggul karena menguasai Internet of Things, big data, dan sebagainya.
Galuh memaparkan, aplikasi BroilerX yang dikembangkannya dengan memperhatikan bahwa performance ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Namun, interaksi antara genetik dan lingkungan sering dilupakan orang karena adanya ketimpangan/kesulitan. Sebagai contoh, ada faktor penghambat dalam pemeliharaan ayam, yaitu stress. Seberapapun besar input, hasilnya tetap tidak baik karena ayam mengalami stress.
Berdasarkan hal tersebut, BroilerX menghadirkan solusi berupa Internet of Things yang dapat membaca kondisi lingkungan kemudian diproses di machine learning. Mesin-mesin yang terkoneksi akan menyesuaikan apa yang diinginkan oleh ternak sehingga ternak akan memberikan hasil yang optimal.
Dalu Nuzlul Kirom, S.T., pemilik TERNAKNESIA mengatakan, TERNAKNESIA adalah platform pengembangan usaha peternakan yang terdiri atas investasi, pemasaran (market), dan fundraising yang berhubungan dengan pangan.
“TERNAKNESIA memaparkan peran teknologi dalam mendukung business process dalam peternakan yang dikembangkan melalui teknologi, mulai dari investasi, pendampingan peternak, hingga penjualan produk peternakan,” ujar Dalu
Dalu menambahkan, yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana plafform ini berperan penting dalam memutus rantai pemasaran sehingga peternak dan pembeli tidak dirugikan. Upaya ini dilakukan melalui pembentukan komunitas pembeli (community buyer), sehingga dapat membantu dalam hal distribusi dan tentunya memberikan harga yang kompetitif baik untuk produsen dan konsumen.
“Ide yang menarik lain dari platform ini adalah membuat pasar ternak online melalui aplikasi sobat ternak, sehingga pembeli ternak dan peternak dapat saling berhubungan melalui media online. Selain itu, TERNAKNESIA membuat Ternaknesia 2.0, yaitu blueprint untuk traceability product yang memastikan produk peternak halal dan dari pakan yang diberikan hingga proses penyembelihan yang baik sesuai syariat.
Ray Rezky Ananda, S.Pt., pemilik BANTUTERNAK, mengungkapkan bahwa BANTUTERNAK merupakan platform investasi digital yang bertujuan untuk melakukan pemberdayaan peternak. Latar belakang inisiasi BANTUTERNAK adalah kondisi populasi peternak di Indonesia yang setiap tahun mengalami penurunan, sedangkan konsumsi protein hewani terus meningkat.
“Hal ini menjadi kekhawatiran kami karena Indonesia bisa kekurangan bahan pangan dan tentu akan mengandalkan impor. Oleh sebab itu, BANTUTERNAK lahir sebagai mitra ternak untuk desiminasi teknologi dan pengetahuan kepada peternak,” ujar Ray.
Ray menambahkan, BANTUTERNAK membantu memberdayakan peternak sehingga usaha yang dijalankan mendapat keuntungan. Teknologi menghubungkan antara peternak dengan investor, serta memberikan pembelajaran dan pemantauan kepada peternak supaya usaha yang dijalankan dapat sesuai dengan Standard Operational Procedure untuk mencapai target produksi. Saat ini, BANTUTERNAK telah bekerja sama dengan ribuan peternak di berbagai daerah di Indonesia. Peternak diberikan pendampingan dari pembelian bibit, pakan konsentrat, kesehatan ternak, dan penjualan ternak.(Humas Fapet/Nadia)