Potensi bisnis sarang burung walet sangat tinggi terlebih Indonesia merupakan produsen terbesar sarang burung walet. Namun, sisi keilmuannya belum banyak dilirik oleh dunia akademisi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dekan Fakultas Peternakan (Fapet) UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU., ASEAN. Eng ketika membuka Seminar Nasional Burung Walet “Potensi Bisnis dan Keilmuan Budidaya Burung Walet di Indonesia”, Kamis (17/10) di kampus Fapet UGM
“Potensinya tinggi tetapi kampus belum banyak yang care. Harga 50 gram sarang burung walet atau setara 1 butir telur sebesar 1,2 juta rupiah. Harga sarang yang baru saja keluar dari kandang sebesar 8-12 juta rupiah, tergantung kualitasnya. Setelah diproses, dapat diekspor dengan harga 70-75 juta rupiah per kilo,” ujar Ali.
Ali menambahkan, seminar nasional burung walet tersebut digelar karena belum banyak ahli burung walet. Selama ini, ahli yang ada lebih mengarah ke burung hias.
“Seminar ini diselenggarakan dalam rangka Lustrum X Fapet UGM. Semoga seminar ini berlanjut dan ke depan, para narasumber diupayakan menjadi visiting profesor burung walet. Akademisi dan praktisi seperti dua sisi mata uang, jika dua sisi ini berjalan, akan menjadi ideal,” ujar Ali.
Ali optimis perpaduan antara akademisi dan praktisi akan menjadi peluang yang luar biasa. Akademisi mendukung aspek riset, sementara praktisi mendukung aspek bisnis. Dirinya berharap, UGM menjadi perintis pengembangan riset-riset praktis pengembangan burung walet.
Seminar nasional burung walet tersebut menghadirkan dua pembicara, yaitu Drs. Arief Budiman selaku CEO Dunia Walet dan Ade Rachmad Dermawan ST selaku Direktur PT Borneo Lancar Abadi. (Humas Fapet/Nadia)