Rendahnya kualitas SDM menjadi tantangan peternakan saat ini. Meskipun Indonesia memiliki bonus usia demografi, SDM peternakan yang berpendidikan tinggi (diploma dan sarjana) masih sangat rendah, yaitu 1-2% atau 50-60 ribu dari total SDM bidang peternakan. Di sisi lain, peran industri 4.0 dalam bidang perunggasan dituntut untuk menyiapkan SDM yang unggul. Tanpa persiapan SDM yang berkualitas, industri ini akan lemah, meskipun memiliki peluang yang besar. Oleh sebab itu, anak-anak muda harus distimulus supaya bersedia terjun dalam undustri peternakan, terlebih industri perunggasan.
Hal tersebut mengemuka dalam OPERA (Obrolan Peternakan) yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pembangunan Peternakan (PKPP) Fakultas Peternakan UGM pada Sabtu (16/5) secara daring dengan tema “Millenials Mapan di Industri Perunggasan”.
Narasumber yang mengisi program tersebut adalah Ir. Moch. Fahmi Habibi, S.Pt., M.Sc., IPP. (Dosen Fakultas Peternakan UGM), Galih Tantyo Yuwono, S.Pt. (Owner Budi Agung Jaya Farm), Ir. Dimas Wicaksono, S.Pt., IPP. (Koordinator Paguyuban Peternak Ayam Petelur Purworejo), dan Aryo Pujo Sakti, S.Pt (Peserta Work Based Academy Program UGM-PT Charoen Phokpand Indonesia). Diskusi dilaksanakan secara melalui platform WEBEX dan live streaming di channel YouTube Fakultas Peternakan UGM. Peserta diskusi berjumlah sekitar 100 orang dari 37 institusi.
Ditengah kondisi pandemi Covid-19, memang ada penurunan permintaan produk perunggasan, sehingga menyebabkan harga daging dan telur mengalami penurunan. Akan tetapi, yang perlu dipikirkan saat ini adalah bagaimana industri perunggasan pasca pandemi karena ada kemungkinan permintaan akan produk perunggasan akan meningkat sedangkan di bagian produksi mengalami penurunan.
Galih Tantyo Yuwono, S.Pt mengungkapkan bahwa industri unggas saat ini harus mengandalkan teknologi untuk mencapai produktivitas optimal dan efisiensi ekonomi sehingga peternak tidak akan merugi. Terlebih setelah adanya pandemi, harga produk mengalami penurunan harga yang drastis. Anak muda biasanya lebih melek terhadap teknologi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas sektor peternakan unggas.
“Anak muda berperan penting untuk memberikan edukasi terkait perkembangan teknologi di bidang perunggasan kepada peternak. Terlebih peternak-peternak dengan tingkat pendidikan lebih rendah dan umur yang lebih tua. Kolaborasi ini akan menjadikan perunggasan menjadi industri yang berkelanjutan,” tambah Ir. Dimas Wicaksono, S.Pt., IPP.
Fakultas Peternakan UGM mengembangkan program Work-Based Academy yang bekerja sama dengan PT. Charoen Pokphand Indonesia untuk memberikan keterampilan dan pemahaman terkait industri perunggasan, terutama dalam pemanfaatan teknologi Closed-House. Program ini menjadi bagian dalam menyiapkan SDM unggul di industri perunggasan.
Salah satu peserta program tersebut, Aryo Pujo Sakti yang menjadi narasumber memaparkan bahwa teknologi di peternakan unggas saat ini benar-benar memudahkan peternak untuk mencapai produktivitas ayam yang optimal.
“Closed-House menjadi teknologi untuk menjawab tantangan produksi unggas di daerah tropis seperti Indonesia. Pertumbuhan broiler umur 30 hari dapat mencapai 2-2,3 kg dengan adanya teknologi tersebut. Lebih dari itu, juga efisien dalam pemanfaatan pakan dan menurunkan tingkat kematian,” tambah Aryo. (Humas Fapet/Nadia)