Tiga mahasiswa Fakultas Peternakan (Fapet) UGM angkatan 2016 (Imaniar Rusyadi, Fahmi Arrasyid, dan Dian Setya Budi), menciptakan prototipe papan partikel berbahan dasar limbah bulu ayam dan botol plastik sekali pakai.
“Produk inovatif tersebut dibuat sebagai salah satu solusi atas masalah lingkungan yang disebabkan oleh kedua limbah, yaitu sulit didekomposisi secara alami. Selain itu, ketersediaan kedua limbah melimpah. Menurut data Badan Pusat Statistik (2019), produksi ayam ras pedaging di Indonesia pada 2018 mencapai 2.144.013 ton. Produksi bulu ayam broiler per ekor adalah 9,6% sehingga dapat diproyeksikan volume bulu ayam dalam setahun. Produksi limbah plastik di Indonesia juga mencapai tahap yang serius, yaitu 64 juta ton per tahun dan merupakan yang terbesar kedua di dunia,” ujar Imaniar ketika ditemui di kampus Fakultas Peternakan UGM Jumat (29/11).
Imaniar Rusyadi selaku ketua peneliti produk inovatif tersebut menjelaskan, kedua limbah belum banyak dimanfaatkan sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan pengganti produk papan partikel berbahan kayu hutan dengan perekat sintetis.
“Kebutuhan yang tinggi terhadap produk olahan kayu menyebabkan penurunan luas lahan hutan secara drastis. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, pada 2014—2015, tercatat penurunan luas lahan hutan mencapai 0,82 juta Ha,” ujarnya.
Selain itu, bahan perekat sintetis yang umum digunakan adalah formaldehida yang berasal dari olahan minyak bumi. Saat ini, sumber bahan bakunya berkurang dan emisi formaldehida perlu dipertimbangkan.
Bulu ayam yang sebagian besar terdiri atas protein keratin berfungsi sebagai filler, yaitu bahan pemberi volume dan kekuatan. Sifat-sifat serat keratin ialah non-abrasif, ramah lingkungan, dapat diuraikan secara alami, murah, tidak larut pada pelarut organik, memiliki kekuatan mekanik yang baik, densitas rendah, dan anti air. Limbah botol plastik yang tersusun atas Polypropylene Therephthalate (PET) berfungsi sebagai perekat atau matriks. Perbandingan antara filler dan matriks sebesar 75:25.
Menurut Imaniar, papan partikel yang dinamai Eco-Palapa ini menawarkan beberapa keuntungan. “Pertama, ramah lingkungan. Kedua, tahan air. Keratin pada bulu ayam dan PET memiliki sifat hidrofobik dan tidak disukai rayap. Sementara itu, papan partikel berbahan kayu dapat berikatan dengan air yang menyebabkan mudah lapuk. Ketiga, ringan. Papan partikel tersusun oleh keratin dan PET botol plastik sekali pakai yang telah melalui proses hidrasi selama penempaan panas. Keempat, tahan panas. Eco-Palapa tersusun oleh jalinan padat bulu ayam dan PET yang memiliki ketahanan tinggi terhadap panas,” jelas Imaniar.
Eco-Palapa dapat memenuhi kemanfaatan tiga aspek, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Produk tersebut mampu memberikan laba dari penjualan dan mampu meningkatkan pemasukan rumah pemotongan ayam dan pengolah sampah plastik dengan bekerja sama menjual bahan baku berupa limbah bulu ayam dan cacahan botol plastik sekali pakai. Dari segi sosial, akan terjalin relasi baru antara distributor bahan baku, produsen, distributor papan partikel jadi, dan konsumen. Ditinjau dari aspek lingkungan, Eco-Palapa membantu menekan penumpukan sampah organik dan anorganik yang mengganggu keseimbangan lingkungan.
Eco-Palapa merupakan produk inovatif yang berpotensi mendapatkan paten. Potensi-potensi tersebut antara lain bersifat baru, inventif, aplikatif, dan dapat diterapkan dalam industri. Imaniar Rusyadi optimistis bahwa Eco-Palapa dapat diproduksi secara kontinyu mengingat melimpahnya ketersediaan limbah bulu ayam dan botol plastik sekali pakai.
Produk yang dikembangkan oleh ketiga mahasiswa tersebut meraih juara ke-3 dalam Universitas Teuku Umar (UTU) Awards dengan kategori Produk Inovatif Berbasis Pertanian dan Kelautan pada pertengahan November 2019. (Humas Fapet/Nadia)