Dalam rangka menentukan kebijakan pengembangan industri persusuan, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada melalui Pusat Kajian Pembangunan Peternakan (PKPP) dan bekerjasama dengan Badan Kejuruan Teknik Peternakan PII menyelenggarakan ’Sarasehan Arah Kebijakan Pembangunan Industri Ternak Perah dan Persusuan’ di Auditorium drh. R. Soeparjo Fakultas Peternakan UGM (9/3). Sarasehan ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meninjau kembali kebijakan pembangunan peternakan khususnya ternak perah dan industri persususan di Indonesia, serta memberikan masukan dalam rangka menentukan arah kebijakan pembagunan industri ternak perah dan persususan Indonesia dalam meghadapi tantangan global.
Penurunan angka prevalensi stunting di Indoensia yang mentargetkan pada tahun 2024 di angka 14%, yang saat ini masih di angka 21,6%, perlu upaya yang keras dari pemerintah bersama komponen bangsa pentingnya untuk bersama membangun gizi menuju bangsa yang sehat berprestasi tentu melalui gizi yang seimbang dan produksi pangan berkelanjutan. Hal ini perlu didukung penuh dari berbagai sektor termasuk peternakan yang merupakan subsektor penyedia protein hewani. Berdasarkan Susenas 2022, konsumsi protein perkapita berada di atas standar kecukupan konsumsi protein nasional yaitu 62,21 gram namun masih sangat rendah untuk protein hewani. Susu dan telur masih berada di angka 3,37 gram.
Susu sebagai salah satu produk yang penting dalam pemenuhan gizi seimbang semakin meningkat seiring berjalannya kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi protein hewani. Populasi ternak perah, khususnya sapi perah, dalam beberapa tahun terakhir belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Di sisi lain, permintaan konsumsi susu di masyarakat semakin meningkat, sehingga dengan jumlah ternak perah yang stabil/tetap menjadikan tingkat kegiatan impor susu oleh pemerintah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pelaksanaan blueprint perindustrian susu nasional sejak tahun 2013 belum maksimal dijalankan, sehingga regionalisasi pengembangan ternak perah belum didapat secara menyeluruh.
Penetapan kebijakan pembangunan industri sapi perah dan persusuan dirasa perlu untuk menentukan batasan supply dan demand impor, dan juga mengakomodasi para peternak lokal untuk bisa berkembang secara mandiri dan besar. Tercatat paling tidak dari 30 industri persusuan, 7 diantaranya merupakan industri perusahaan olahan susu. Hal ini perlu ditingkatkan dengan meninjau kembali kebijakan yang bisa diimplementasikan secara efektif dan berkesinambungan.
Dengan menghadirkan narasumber Ibu Tri Melasari, S.Pt, M.Si. (Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan), Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA., IPU., ASEAN Eng.; (Tenaga Ahli Mentri Pertanian/Guru Besar Fakultas Peternakan UGM), Prof. Ir. Yustina Yuni Suranindiyah, MS., Ph.D., IPM. (Guru Besar Fakultas Peternakan UGM), Asep Noor (Technical & Operation Director PT. Indolakto), dan Herman Soepardjono (Ketua KAN Jabung), sarasehan ini diselenggarakan secara luring dengan diskusi terbuka. Selain itu, ini akan dipaparkan juga mengenai pentingnya pelaksanaan kebijakan industri persusuan dari sudut pandang dan keilmuan serta pengalaman para narasumber.
Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof Budi Guntoro dalam sambutannya menyampaikan konsumsi protenin hewani masyarakat Indonesia masih jauh di bawah standar FAO. ”Merupakan tantangan bagi kita yang bergerak di bidang peternakan untuk memproduksi SDM yang berkualitas dengan menyediakan produk peternakan sebagai sumber protein hewani. Arah pembangunan pemerintah di sektor peternakan adalah meningkatkan konsumsi protein hewani, sehingga bisa memenuhi standar konsumsi per tahun,” kata Prof Budi.
Harapannya, sarasehan ini dapan menghasilkan masukan dan rumusan untuk arah kebijakan strategis terkait pembangunan industri ternak perah dan persususan di Indonesia saat ini dan masa yang akan datang. (Sekretariat/Prisil)