Arsip:

Berita Fakultas

Inovasi dan Strategi Peternakan Dalam Mendukung Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

Di tengah resesi ekonomi, sektor pertanian tumbuh 2,19% pada Q2-2020 dan 2,15% pada Q3-2020, tetapi subsektor peternakan mengalami kontraksi yaitu minus 1,84% pada Q2-2020 dan minus 0,16% pada Q3-2020 karena nilai tambah yang juga ikut tertekan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Jenderal TNI (Purn.). Dr. H. Moeldoko, SIP., yang juga Kepala Kantor Staf Presiden, dalam Simposium Nasional Penelitian dan Pengembangan Peternakan 2020 yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan UGM pada Rabu, 16 Desember 2020 secara daring melalui Zoom. read more

Dies Fapet UGM ke-51 : Revitalisasi Peternakan Nasional Akibat Pandemi

Fakultas Peternakan UGM menggelar Rapat Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-51 pada Selasa (10/11) lalu di Auditorium drh. R. Soepardjo. Selain secara luring, Rapat tersebut juga disiarkan secara daring melalui saluran Youtube Fakultas Peternakan UGM.

Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU., ASEAN Eng., menyampaikan laporannya selaku Dekan Fapet UGM, tentang kinerja, hambatan, serta capaian fakultas yang dipimpinnya itu selama setahun terakhir. Selain itu, ia juga menyampaikan target yang tengah dikejar Fapet UGM ke depannya. read more

Fapet UGM Kembangkan Gama Umami, Rumput Unggul Hasil Radiasi Sinar Gamma

Fakultas Peternakan (Fapet) UGM mengembangkan rumput Gama Umami, yaitu mutasi rumput gajah yang telah diradiasi sinar gamma sehingga menghasilkan rumput yang lebih unggul dibandingkan dengan tetuanya. Rumput gajah dipilih karena rumput ini merupakan jenis yang unggul, disukai ternak ruminansia, dan sangat cocok dikembangkan di Indonesia yang merupakan negara beriklim tropis. Hasil produksi rumput Gama Umami lebih tinggi dibandingkan rumput gajah lokal sebagai tetua dan dalam setahun dapat dipanen hingga 6 kali. read more

Fapet UGM Meluluskan 13 Master dan 5 Doktor

Fakultas Peternakan (Fapet) UGM meluluskan 13 Master dan 5 Doktor dalam wisuda periode Oktober 2020. Rerata IPK wisudawan Program Magister adalah 3,85 dan Program Doktor 3,82.

“Di tengah pandemi ini sejenak kita bergembira karena Saudara telah menyelesaikan studi di UGM. Kami mengucapkan selamat, Saudara kini sebagai alumnus yang berhak menyandang gelar M.Sc dan Doktor. Kami berharap wisudawan tidak berhenti untuk belajar dari siapapun karena sejatinya setiap orang yang ditemui dapat memberikan pembelajaran bagi kita semua,” ujar Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fapet UGM, Prof. Ir. Budi Guntoro, S.Pt., M.Anim.St., Ph.D., IPU., ASEAN. Eng ketika memberikan sambutan pada acara pelepasan wisudawan Program Pascasarjana, Kamis (22/10).

Dalam acara yang digelar secara daring tersebut Budi Guntoro menyampaikan, wisudawan harus selalu meningkatkan kualitas diri yang dapat ditempuh melalui pelatihan atau konferensi.

“Wisudawan akan menjadi public figure di masyarakat yang berpengaruh besar terutama dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Mulailah segala sesuatu dengan niat yang benar, dengan begitu Saudara tidak akan melakukan sesuatu yang melanggar hukum,” kata Budi.

Budi menambahkan, setelah meraih gelar, lulusan dapat bercermin pada filosofi kupu-kupu. Untuk menjadi kupu-kupu, seekor kepompong melewati 4 perubahan. Pertama, perubahan bentuk. Setelah mahasiswa lulus, diharapkan berubah dalam hal penampilan dan perangai karena akan menjadi contoh di masyarakat. Kedua, perubahan  struktur. Lulusan diibaratkan kupu-kupu yang memiliki sayap sehingga tampak lebih indah, dewasa, dan matang dalam menghadapi masalah.

“Ketiga, perubahan pergerakan. Sebagai lulusan Program Pascasarjana, seorang alumni harus memiliki mobilisasi tinggi dalam membentuk jejaring, baik nasional maupun internasional. Perubahan keempat adalah perubahan fokus ke depan, yaitu hidup yang lebih baik dan terencana. Semoga sukses, UGM akan selalu bersama dalam perjalanan karier Saudara,” kata Budi.

Ketua Program Studi Magister,. Ir. Nafiatul Umami, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM., ASEAN. Eng yang menyampaikan laporan data statistik wisudawan dalam acara tersebut mengatakan, wisudawan S2 terbaik diraih oleh Ni Made Ari Kusuma Dewi, S.Pt., M.Sc. dengan IPK 3,98 dan wisudawan S3 terbaik diraih oleh Dr. Bayu Andri Atmoko, S.Pt. dengan IPK 3,86. Dengan lulusnya mahasiswa-mahasiswa tersebut, hingga saat ini Fakultas telah meluluskan 808 Master dan 137 Doktor.

Dalam wisuda periode ini, Fapet UGM juga meluluskan satu mahasiswa program Magister yang berasal dari Vietnam, yaitu Nguyen Hoang Qui, M.Sc. Nguyen merupakan lulusan tercepat dengan masa studi 1 tahun 1 bulan 8 hari.

“Selama kuliah di sini, saya merasa banyak manfaat yang saya terima, mulai dari kenal dengan banyak teman-teman Indonesia dengan beragam suku dan budaya, topik kuliah yang menarik, tawaran berbagai beasiswa, dan funding resources. Kuliah di UGM juga selalu disupport oleh kampus dengan fasilitas-fasilitas penunjang seperti asrama, perpustakaan, wifi, dan banyak lagi. Selain itu, dosen-dosennya sangat baik dan selalu membantu saya baik dalam kegiatan akademik, penelitian, studi, dan bahkan sampai sekarang tetap keep in touch,” ujar Qui ketika dihubungi Sabtu (24/10). (Humas Fapet/Nadia)

Aplikasi Teknologi Reproduksi dan Molekuler Genetik untuk Peningkatan Produktivitas Ternak

Secara genetik, ternak-ternak dari Indonesia atau negara subtropis memiiki keunggulan masing-masing. Namun, karena adanya berbagai faktor, kadang-kadang potensi unggul tidak dapat terealisasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk pengoptimalan atau peningkatan produktivitas atau kinerja produksinya melalui teknologi di bidang reproduksi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ir. Diah Tri Widayati, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM, dosen Fakultas Peternakan (Fapet) UGM dalam acara Obrolan Peternakan (OPERA) bertajuk “Aplikasi Teknologi Reproduksi dan Molekuler Genetik untuk Peningkatan Produktivitas Ternak, Rabu (29/9) secara daring.

“Ada banyak teknologi reproduksi mulai dari inseminasi buatan hingga yang terbaru.  Berikut akan saya sampaikan beberapa teknologi yang dapat diaplikasikan untuk peningkatan kinerja produksi maupun reproduksi ternak,” ujar Diah.

Pertama, teknologi inseminasi buatan. Teknologi ini memaksimalkan penggunaan pejantan unggul, penyebaran materi genetik yang unggul, meningkatkan kecepatan dan efisiensi seleksi genetik, pengenalan materi genetik baru dengan mengimpor semen breed unggul, mengurangi biaya transportasi internasional, memungkinkan penggunaan semen beku bahkan setelah donornya mati, dan mengurangi risiko penyebaran penyakit menular seksual.

“Inseminasi buatan dilakukan dengan memanfaatkan semen dari breed eksotik dan digunakan dengan harapan dapat meningkatkan populasi dan produksi ternak lokal. Semen dari keturunan lokal juga dapat digunakan untuk tujuan ini,” ujar Diah.

Diah menjelaskan bahwa dalam inseminasi buatan, yang tidak bisa diabaikan adalah deteksi estrus. Deteksi estrus harus dilakukan secara tepat, karena inseminasi buatan harus dilakukan sewaktu ternak mengalami estrus.

“Bisa dilakukan dengan pengamatan visual. Ada teknologi lain, yaitu vaginal smear, sangat membantu mengamati hewan yang birahinya tidak muncul gejalanya,” ujar Diah.

Teknologi lain adalah inseminasi buatan dengan semen sexing. Manfaat dari teknologi ini adalah produksi anak sapi dengan jenis kelamin yang diinginkan, rasio jantan betina dapat diatur, produksi ternak jantan unggul, menurunkan biaya progeny testing program. Dari beberapa metode yang ada, sexing Flow- cytometryGledhill adalah yang paling efektif karena bisa diaplikasikan secara luas.

“Teknologi selanjutnya adalah In Vitro Fertilization (IVF), yaitu teknologi yang dapat digunakan untuk memproduksi embrio secara in vitro pada ternak secara massal.  Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi evolusi teknologi untuk produksi embrio in vitro (IVEP) pada hewan ternak,” kata Diah.

Teknologi produksi in vitro tidak hanya membantu dalam produksi hewan dengan keunggulan genetik tinggi, tetapi juga menyediakan sumber embrio untuk keperluan bioteknologi (sexing embrio, kloning, Nuclear tarnsfer, transgenec, dan lain-lain).

“Teknologi IVF memungkinkan analisis potensi perkembangan embrio, termasuk pola ekspresi gen, epigenetic modifications dan cytogenetic disorders selama perkembangan. Pada hewan, IVF sangat menguntungkan digunakan terutama pada ternak-ternak yang siklus reproduksinya berhenti teruutama pada ternak-ternak yang superior,” jelas Diah.

Teknologi reproduksi lain yang dikenal adalah embrio transfer. Embrio transfer melibatkan pengambilan embrio dari betina dengan genetika superior dan menempatan embrio tersebut ke dalam saluran reproduksi betina lain (dari genetika rata-rata).

“Embrio transfer bertujuan untuk mendapatkan jumlah maksimum embrio unggul secara genetik dalam waktu minimum. Dengan dilaksanakan embrio transfer, dapat meningkatkan potensi genetik suatu ternak dalam waktu yang relatif singkat, dapat meningkatkan produksi susu pada peternakan sapi perah, dapat meningkatkan bobot sapih pada sapi dan sapi perah, dan sebagainya,” kata Diah.

Embrio transfer dimulai dengan pemilihan sapi donor. Sapi donor akan menyumbangkan embrio untuk dipindahkan. Sapi penerima (resipien) berfungsi sebagai induk pengganti (angkat) bagi anak sapi, tetapi tidak memberikan informasi genetik.

“Mutu genetik sapi resipien tidak sepenting sapi donor. Namun, sapi resipien harus mampu menjaga kebuntingannya hingga cukup bulan dan menghasilkan suplai susu yang cukup untuk pedetnya,” kata Diah.

Ir. Dyah Maharani, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM., dosen Fapet UGM yang juga menjadi narasumber dalam acara tersebut mengatakan, ada beberapa teknologi molekuler yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan produktivitas ternak.

“Genome editing adalah salah satu bentuk rekayasa genetik berupa penyisipan,  penggantian, atau pembuangan DNA pada genom suatu  organisme hidup dengan menggunakan enzim-enzim  nuklease yang berperan untuk memotong dan  menyambungnya,” ujar dosen yang akrab disapa Rani tersebut.

Teknologi lain adalah transgenic. Hewan transgenik merupakan hewan yang diinjeksi dengan DNA  dari hewan lain baik dari spesies yang sama, atau berasal dari  spesies berbeda yang dilakukan terhadap embrio sebelum hewan  transgenik tersebut dilahirkan.

“Ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu pronuclear injection, sperm-mediated DNA transfer, embryonic stem cells, germ cell transplantation, dan nuclear transfer “Cloning”,” ujar Rani.

Aplikasi medis dari teknologi transgenic pada hewan adalah sebagai hewan model untuk  mendeteksi dan mengobati  penyakit manusia, membuat domba transgenik  yang memiliki hormon yang  berperan dalam pembentukan  sel mamae dan memproduksi  susu dimiliki oleh manusia sehingga susu yang dihasilkan  mengandung hormon manusia, dan xenotransplants, yaitu transplantasi  organ dari hewan ke tubuh  manusia.

“Teknologi lain adalah cloning, yaitu suatu proses untuk memproduksi atau menggandakan  sejumlah individu yang hasilnya secara genetik sama persis (identik)  berasal dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang sama,” ujar Rani.

Rani menyebutkan, ada tiga macam kloning, yaitu kloning DNA rekombinan, kloning ini merupakan pemindahan sebagian rantai DNA dari suatu  organisme pada satu element replikasi genetik, kloning reproduktif, yaitu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan hewan  yang sama, dan kloning terapeutik, yaitu suatu kloning untuk memproduksi embrio manusia  sebagai bahan penelitian.

Teknologi lain yang dijelaskan oleh Rani yaitu functional gene or gene expression. Functional gene adalah studi tentang bagaimana  suatu gen berekspresi dalam proses  perkembangan suatu sel yang berperan dalam  sifat tertentu.

“Gen yang terdiri dari sekuen  DNA yang terangkai dalam  nukleotida dapat mengalami  suatu mutasi (perubahan  susunan basa yang menyusun  nukleotida tersebut). Peristiwa mutasi akan memengaruhi proses  seluler dan berpengaruh terhadap ekspresi  fenotip suatu individu. Mutasi pada sekuen DNA merupakan penanda genetik yang membedakan ekspresi sifat tertantu antar  individu yang menjadi dasar seleksi individu,” jelas Rani.

Rani telah melaksanakan penelitian dalam upaya peningkatan mutu ternak menggunakan pendekatan molekuler (functional gene), baik pada sapi, babi, kambing, dan unggas. (Humas Fapet/Nadia)