YOGYAKARTA, 24 MEI 2017 – Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM) memperkirakan, potensi ekonomi dari kotoran sapi dan kerbau di seluruh Indonesia sebagai energi alternatif mencapai nilai fantastis, hingga Rp64,3 triliun/tahun. Angka itu peroleh dari asumsi perhitungan (jika diasumsikan sebagai pengganti) kebutuhan energi BBM (jika semua minyak tanah atau mitan) sebesar 1,23 juta barrel per hari (bph). Jika kotoran sapi dan kerbau yang dihasilkan (asumsi 20 kg/ekor/hari) sejumlah 345,7 ribu ton/hari (data sapi dan kerbau menurut Dirjen Peternakan dan Kedokteran Hewan sebanyak 17,285 juta ekor pada tahun 2016).
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Dekan Fakultas Peternakan UGM Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerjasama, Bambang Suwignyo, dalam siaran persnya di Kampus Fapet UGM, Yogyakarta, Rabu (24/05/2017).
“Jika diasumsikan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) penduduk Indonesia hanyalah mitan sejumlah 1,23 juta bph, maka potensi ekonomi yang diperoleh dari kotoran ternak sapi di Indonesia mencatat angka yang sangat fantastis untuk bisa diabaikan pemerintah. Perlu langkah-langkah konkrit mewujudkannya,” kata dia.
Ia menerangkan, perolehan angka tersebut didapat dari asumsi perhitungan, jumlah ternak sapi dan kerbau Indonesia tahun 2015 sebanyak 17.285.290 ekor (Dirjen PKH, 2016), dan mampu menghasilkan kotoran sebanyak 345,7 ribu ton. Angka ini setara dengan energi pengganti mitan sebanyak 14,8 juta liter mitan. Angka tersebut diambil dari perhitungan jika semua semua kotoran sapi dan kerbau dibuat biogas dengan ukuran biodigester 9 meter kubik. Angka tersebut jika disetarakan dalam rupiah sebesar Rp 176,3 miliar/hari atau Rp64,3 trilun/tahun.
“Dua ekor ternak jadi 1 biodigester, dan setiap biodigester 9 meter kubik menghasilkan gas setara mitan 3 liter, dan harga mitan non subsidi saat ini sekitar Rp6.800/liter. Jadi angka tersebut mampu memenuhi kebutuhan energi sebesar 13,3% kebutuhan masyarakat Indonesia,” ungkap Bambang.
Hemat Subsidi
Bambang menjelaskan, energi pengganti mitan itu diperoleh dari biogas yang berupa gas berasal dari proses degradasi material bio, baik tanaman maupun hewan, dengan tingkat energi tertentu. Energi yang berasal dari biogas, jelas dia, termasuk dalam kategori renewable energyatau energi yang dapat diperbaharui dan menjadi sumber energi yang berprospek untuk dikembangkan sebagai pengganti energi dari fosil fuel.
Menurut dia, program biogas juga dapat dirancang tidak hanya dalam konteks mengembangkan biogas sebagai energi alternatif, tetapi juga dalam format pemberdayaan. Seluruh kegiatan didalamnya adalah dalam rangka untuk mempopulerkan/mensosialisasikan, mengaplikasikan dan mengembangkan potensi biogas sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
“Pemanfaatan biogas dapat menurunkan pengeluaran rumah tangga keluarga sektor energi karena biogas dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar untuk memasak, lampu penerangan, maupun pembangkit generator. Jadi dapat menghemat subsidi pemerintah,” papar dia.
Pemberdayaan Masyarakat
Selain itu, lanjut Bambang, terdapat manfaat lain dari pemanfaatan biogas. Pertama, masyarakat termotivasi untuk melakukan hidup dengan pola organik. Kedua, masyarakat semakin peduli lingkungan seperti memelihara ternak, memanfaatkan pupuk dari kotoran untuk lahan, memelihara tanaman untuk pangan manusia dan sisa limbahnya untuk pakan ternak.
Ketiga, tambah dia, masyarakat juga terlibat dalam upaya mengatasi isuglobal warning, climate change dan mensubstitusi kebutuhan energi nasional dan fosil fuel.
“Pemanfaatan biogas pada rumah tangga sekaligus menjadi wahana pemberdayaan masyarakat menuju rumah tangga mandiri energi melalui dicetaknya kader-kader biogas,” tandas Bambang.