Fakultas Peternakan UGM bersama kalangan akademisi, pemerintah dan dunia industri penyamakan kulit melakukan pemetaan kebutuhan kulit di tanah air. Kegiatan diwujudkan melalui Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan di Fakultas Peternakan UGM, Jumat (17/5). Acara ini merupakan rangkaian kegiatan yang didanai oleh Erasmus+ CBHE dengan judul “Enhancing Sustainable and Green Leather Technology in Indonesia” (ELEGTEC) mulai 2024-2027. Proyek ini berkolaborasi antara Indonesian partner (UGM, UNHAS, UNRAM, Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, dan Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) dan European pertner (EGE University, Turkey, Ethnicon Metsovion Polytechnion, Greece, University of Pisa, Italy, C.G.C Di Coluccia Michele & C. S.A.S, Italy, dan Creativdev, Greece). Focus Group Discussion (FGD) dihadiri oleh anggota ELEGTEC, akademisi, pemerintah, dan industri penyamakan kulit di Indonesia.
Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Ir. Budi Guntoro, S.Pt., M.Sc., IPU., ASEAN Eng., mengatakan meskipun Indonesia sebagai produsen kulit terbesar di Asia Tenggara, namun saat ini masih mempunyai beberapa hambatan dan tantangan seperti daya saing teknologi dan kelestarian lingkungan.
“Posisi Indonesia cukup penting di pasar global. Apalagi ekspor kulit dan alas kaki di sini terus tumbuh dan berkontribusi besar terhadap perekonomian,”papar Budi.
Melihat kondisi ini maka FGD kali ini membahas tantangan-tantangan tersebut sekaligus menciptakan kemitraan maupun sharing pengetahuan teknologi penyamakan kulit.
Perwakilan dari koordinator ELEGTEC di Indonesia, Prof. Yuny Erwanto, mengakui potensi dan prospek industri penyamakan kulit di Indonesia. ELEGTEC juga melihat beberapa industri penyamakan kulit, termasuk usaha kecil dan menengah (UKM) dalam menghadapi tantangan terkait daya saing teknologi dan pengolahan limbah.
Ia juga menilai perlu ada sinkronisasi industri peternakan, pemotongan hewan dan penyamakan agar kualitas kulit segar terjaga, sehingga bisa diolah dengan baik untuk disamak dan hasil penyamakan menjadi produks ekspor yang meningkat devisa.
“Dari FGD ini nantinya diharapkan akan ada landasan bagi ekosistem berkelanjutan dan saling menguntungkan melalui kolaborasi antara akademisi dan dunia industri penyamakan kulit tanah air,”terang Yuny.
Penulis: Humas Fapet/Satria
Foto: Margiyono