Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan turut bangga atas acara pengukuhan Guru Besar ke-45 Fakultas Peternakan UGM dalam bidang Teknologi Hasil Ternak, yang diselenggarakan pada Selasa, 5 Maret 2024 di Balai Senat Universitas Gadjah Mada.
Dalam acara pengukuhan Guru Besar ini, Prof Nanung menyampaikan pidato berjudul “Strategi Mengurangi Dampak Limbah Industri Peternakan Melalui Pemanfaatan Bahan Lokal” yang membahas mengenai penanganan limbah yang berasal dari hewan ternak.
Komitmen untuk mengadopsi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030, yang mencakup 17 Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dengan lima prinsip dasar yakni People (Manusia), Planet (Bumi), Prosperity (Kemakmuran), Peace (Perdamaian), dan Partnership (Kemitraan) yang sering disebut dengan prinsip 5P membuat Perguruan tinggi termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM) mempunyai tanggung jawab untuk mendukung implementasi konsep keberlanjutan tersebut. Kegiatan pendidikan, pengabdian, dan penelitian termasuk di dalamnya seperti kegiatan Kuliah Kerja Nyata, menjadi salah satu media untuk terus mengimplementasikan konsep bumi yang bersih dan lingkungan yang terjaga.
Seiring dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat, kebutuhan akan pemenuhan pangan bagi manusiapun akan melonjak signifikan, tidak terkecuali kebutuhan untuk pemenuhan protein hewani yang berasal dari ternak yang dibudidayakan. Beberapa aspek yang menunjukkan potensi ini melibatkan produksi daging dari ternak seperti ayam, sapi, kambing, kerbau, atau jenis ternak terdomestikasi lainnya, yang kaya akan asam amino esensial. Produk susu kaya akan sumber protein berkualitas tinggi yang mengandung kalsium, vitamin D, dan nutrisi esensial lainnya. Telur juga memegang peranan penting dalam penyediaan protein hewani karena murah, mudah diakses, dan dapat dimasak dengan berbagai cara. Produk hewani olahan seperti keju, yoghurt, dan sosis juga berasal dari peternakan dan memberikan variasi dalam konsumsi protein hewani. Akan tetapi, pemenuhan kebutuhan protein hewani ini tentu juga memiliki beberapa konsekuensi.
Menurut Prof Nanung, beberapa dampak negatif dari limbah industri peternakan antara lain adalah munculnya pencemaran air, baik air tanah maupun air permukaan, yang disebabkan dari adanya feses ternak, urine, dan bahan kimia dari pembersihan kandang. Selain itu, industri peternakan juga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang menyumbang terhadap pemanasan global, terutama dari limbah ternak ruminansia seperti sapi, yang menghasilkan metana (CH4) dan nitrogen oksida (NOx). Gas-gas ini memiliki kontribusi yang cukup besar dalam terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Lebih lanjut, limbah peternakan dapat menyebabkan masalah bagi masyarakat, terutama yang terjadi melalui pencemaran air dan udara. Selain itu, ada juga zoonosis, yakni penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan sebaliknya melalui mikroorganisme, di mana ini sering terjadi dalam lingkungan peternakan.
Untuk mengurangi dampak negatif limbah peternakan, Prof Nanung menyampaikan ada beberapa hal yang bisa lakukan. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan energi biogas, yakni hasil pengolahan feses melalui digesti anaerobik untuk menghasilkan metan. Produksi biogas bisa ditingkatkan dengan menambahkan starter dari cairan rumen ternak sapi perah. Sedangkan sludge hasil digesti anaerob feses ternak, bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik atau bahkan sebagai media alternatif budidaya jamur merang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pada indutri pemotongan ayam, keberadaan limbah padat berupa bulu unggas juga tidak dapat dielakkan. Bulu unggas mengandung protein keratin yang tinggi, sehingga susah untuk dicerna dan terdegradasi oleh tanah. Beberapa usaha telah dilakukan dalam memanfaatkan enzim hasil mikroorganisme untuk mencerna bulu unggas agar dapat menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis.
Untuk menjamin keberlanjutan industri peternakan, dan untuk menghindari potensi permasalahan sosial yang ada, penanganan limbah harus menjadi salah satu agenda prioritas yang dilaksanakan secara komprehensif dengan melibatkan masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan yang lain. Komunitas sebagai representasi masyarakat dan pihak yang merasakan dampak langsung dari keberadaan limbah industri peternakan juga harus memiliki peran aktif dalam mengontrol aktifitas industri peternakan yang berjalan. Selanjutnya, peran pemerintah juga sangat menunjang dalam memberikan aturan dan regulasi yang jelas yang dapat digunakan oleh industri dalam melaksanakan aktifitas secara berkelanjutan. (Sekretariat/Prisil)