Hipertensi masih menjadi penyakit penyebab kematian katagori tinggi di Indonesia. Kementerian Kesehatan menyebutkan data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dan studi kohort penyakit tidak menular (PTM) 2011-2021, hipertensi merupakan faktor risiko tertinggi penyebab kematian keempat, yaitu sebesar 10,2 persen. Data prevalensi di Indonesia tahun 2023 berdasarkan pengukuran tekanan darah adalah 30,8% angka ini lebih tinggi dari rata rata dunia yang sebesar 22% sebagaimana prediksi dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada tahun 2020.
Salah satu penyebab utama tekanan darah tinggi adalah berubahnya angiotensin I menjadi angiotensin II dalam ginjal. Angiotensin I adalah sekuen oligopeptide dengan panjang 10 asam amino apabila dirubah menjadi angiotensin II yang berjumlah 8 asam amino ternyata akan menjadi penyebab pembuluh darah mengalami pengkerutan yang berakibat tekanan darah akan naik.
Kondisi tersebut terjadi karena ada enzim yang merubah angiotensin I ke angiotensin II yang disebut angiotensin converting enzym (ACE). Oleh karena itu, salah satu cara untuk menurunkan tekanan darah adalah menghambat kerja ACE agar tidak mengubah Angiotensin I ke Angiotensin II sehingga ACE akan menurunkan kinerjanya.
“Kalau ada substrat yang mampu memikat enzim maka kerja enzim akan menjadi terhambat. Nah, salah satu cara melakukan penghambatan tersebut dapat dilakukan apabila ada sekuen peptide yang bisa menempel ke ACE sehingga aktivitasnya dalam mengubah ang I ke ang II menjadi menurun. Bahan penghambat yang berupa oligopeptide atau protein rantai pendek itu disebut sebagai bioaktit peptide,”papar peneliti pangan hasil ternak Fakultas Peternakan (Fapet) UGM, Prof. Yuny Erwanto, Selasa (3/12).
Yuny menjelaskan pencarian sumber-sumber protein bioaktif dari pangan hasil ternak terus berlangsung. Sementara pemahaman masyarakat selama ini yang sering mempercayai bahwa produk peternakan seperti daging, susu dan telur sebagai penyebab hipertensi ternyata tidaklah tepat. Menurut Yuny pangan tersebut adalah sumber protein dan selama dikonsumsi dengan cara yang benar yaitu makan dagingnya dan bukan bagian lemaknya maka mengkonsumsinya akan sangat bermanfaat.
Ia menjelaskan protein-protein dari produk peternakan tersebut dalam tubuh akan dipecah oleh berbagai macam enzim dan hasilnya luar biasa karena dari protein alami dalam bentuk aslinya tidak mempunyai kemampuan bioaktif menjadi mempunyai kemampuan bioaktif setelah dilakukan pemecahan menjadi peptide yang sederhana atau protein rantai pendek. Dalam ranah komersial sering disebut protein oligopeptide. Protein yang sudah dipecah menjadi bentuk yang pendek ini kemudian dikenal menjadi bioaktif peptide artinya peptide yang mempunyai aktivitas tertentu membantu fungsi kesehatan manusia.
Saat ini, Prof. Yuny Erwanto beserta tim sedang mengeksplorasi protein kolagen dari kulit domba garut untuk diisolasi kemudian dihidrolisis menjadi oligopeptide. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa protein dari kulit domba garut mempunyai aktivitas sebagai agen antihipertensi. Penelitian ini dilakukan bekerja sama dengan para peneliti internasional yang mempunyai keahlian yaitu dari IATA Spanyol, Prof Fidel Toldra dan tim.
“Data-data penelitian menunjukkan bahwa potensi protein dari kolagen kulit domba Garut dapat menjadi agen bioaktif sebagai penghambat antihipertensi. Penelitian masih terus berjalan dan diharapkan penelitian ke depannya akan menghasilkan sekuen bioaktif peptide yang berpotensi untuk dihilirkan di pasaran sebagai salah satu agen antihipertensi yang bersifat alami,”pungkas Yuny yang juga Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerjasama Fapet UGM ini.
Sumber: Yuny E
Editor: Satria