Rencana impor susu yang akan dilakukan dalam rentang 2025-2029 dinilai terlalu terburu-buru tanpa memperhatikan kesiapan sistem peternakan secara holistik. Hal ini ditegaskan oleh Muhammad Bagus Hendra selaku Menko Bidang Advokasi dan Pergerakan BEM Fakultas Peternakan (Fapet) UGM dalam Demos 2024 dengan tema Analisis Strategi dan Implementasi Program Susu Gratis dalam Pengembangan Industri Persusuan di Indonesia, Jumat (6/12) di Auditorium Fapet UGM.
Bagus mengakui masih ada beberapa kendala dalam pengembangan susu di tanah air, seperti terbatasnya infrastruktur, produktivitas rendah serta konsumsi susu per kapita yang juga masih rendah.
“Ada data misalnya 90% peternak tidak menggunakan teknologi yang tergolong kompleks, seperti pendinginan susu dalam tangki air dan mesin perah susu otomatis,”papar Bagus.
Saat ini sentra produksi susu juga masih terkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ketiga provinsi ini menyumbang sekitar 97% dari total populasi sapi perah nasional. Dengan kondisi tersebut maka perlu dipikirkan membangun persusuan di luar Jawa dari hulu ke hilir.
Untuk itu BEM Fapet UGM mengusulkan beberapa hal, seperti restrukturisasi tataniaga bahan baku lokal dengan memprioritaskan kebutuhan nasional, contohnya dengan bungkil sawit serta peningkatan kualitas peternak lokal melalui pendampingan intensif dari dinas peternakan.
Sementara itu, Guru Besar Fapet UGM, Prof. Dr. Ir. Tridjoko Wisnu Murti, DEA., menjelaskan pemahaman asal susu hanya terbatas dari sapi Friesian Holstein, FH (hitam putih saja) yang berjumlah 580.000 ekor. Padahal, ternak yang bisa menghasilkan susu, seperti sapi selain FH (PO), kerbau, kambing, domba dan kuda, jika semua diberdayakan sebagian saja dan dengan hitungan produksi tidak terlalu tinggi, masih mampu menghasilkan ketersediaan susu dalam negeri sebesar 9-10 juta. “Artinya dengan yang ada di dalam negeri bisa tersedia untuk konsumsi susu harian setara 30 liter/ kapita, hari. Itu berarti tidak perlu impor,”kata Tridjoko.
Ir. Agung Fajar Wahyudi, S.Pt., M.Ec.Dev., M.Ec., IPM, Ketua Tim Program Sekretariat Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan, memaparkan tentang program susu gratis dalam pengembangan industri persusuan di Indonesia. Ia memberikan gambaran tentang produksi susu nasional yang saat ini masih defisit sekitar 3,7 juta ton.
“Kebutuhan susu nasional sekitar 4,7 juta ton sedangkan produksi nasional baru mencapai 1 juta ton,”imbuh Agung.
Agung menjelaskan strategi dan kebijakan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam produksi susu nasional baik di hulu maupun hilir. Ia mencontohkan adanya upaya perbaikan susu segar, diversifikasi dan inovasi produk.
Penulis: Satria