Mahasiswa Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali mencatatkan prestasi gemilang dalam lomba business plan competition (Entrepreneur Incubation 2024) yang diselenggarakan oleh BEM FEB UGM akhir Juli 2024 lalu. Sementara pemberian penghargaan baru dilaksanakan pada 14 September 2024. Tim yang terdiri dari Iman Hasanudin (Ketua Tim), Adimas Hasby Ramadhanto (Anggota 1), dan Hadi Ramlan (Anggota 2) berhasil menyabet gelar juara 1 dari total 20 tim usaha tingkat regional se Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengikuti lomba bisnis.
Entrepreneur Incubation (E-Incubation) merupakan wadah bagi mahasiswa Universitas Negeri/Swasta di wilayah Yogyakarta untuk mengembangkan potensi diri di bidang kewirausahaan. Perlombaan ini hadir sebagai respons atas minimnya wadah dan fasilitator yang tersedia bagi mahasiswa di Yogyakarta untuk mengaplikasikan ilmu kewirausahaan yang telah mereka pelajari. Tim Fapet UGM mengangkat tema Innovate, Incubate, Accelerate dengan tujuan untuk membantu meningkatkan potensi wirausaha mahasiswa di Yogyakarta. Selain itu, lomba ini juga untuk menjawab kebutuhan mahasiswa di wilayah Yogyakarta dalam mengembangkan potensi kewirausahaan, mendapatkan pendanaan, dan mendapatkan bimbingan dalam menjalankan usahanya.
“Usaha kami yang menjuarai juara 1 itu berjalan di bidang peternakan maggot BSF. Awalnya kami melihat permasalahan dimana belum ada teknologi yang dapat secara efektif untuk mengurai limbah-limbah organik sehingga sering menimbulkan penyakit hingga bau yang tidak sedap di sekitar masyarakat. Suatu hari saat sedang kuliah, dosen saya menjelaskan kalau maggot BSF itu bisa secara efektif mengolah limbah organik. Nah, akhirnya setelah riset dari A sampai Z dan mendapatkan investor, terciptalah usaha ini,”kata Iman, Selasa (12/11).
Maggot BSF, kata Iman, per 1 kgnya dapat mengurai hingga 3 kg limbah organik dalam waktu 24 jam. Limbah yang terurai selanjutnya dapat digunakan untuk pupuk bagi tumbuhan karena sudah mengalami proses biokonversi secara alami. Maggot BSF tersebut nantinya akan dikembangbiakkan dan dipanen setelah 14 sampai 20 hari.
Ia menjelaskan bahwa teknologi maggot BSF sebagai pengurai limbah organik memang bukan hal yang baru, tetapi belum banyak yang secara konsisten dibudidayakan hingga berstandar industri. Tidak seperti komoditas peternakan lain seperti ayam, sapi, kambing, dan domba yang sudah banyak dikembangkan. Hal tersebut dibuktikan dengan hanya ada 1 industri terkait penggunaan teknologi maggot BSF di Indonesia. Selain itu, harga jual dari maggot BSF juga tidak bisa diremehkan di mana per Kg-nya apabila diolah menjadi maggot kering dengan grade A, dapat dijual dengan harga Rp45.000 dan sekaligus mendukung SDGs point 12 tentang produksi konsumsi yang bertanggung jawab.
Sumber: Tim Fapet