![](https://fapet.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/32/2025/02/bungkil-nyamplung-466x510.jpg)
Nyamplung atau tamanu (Calophyllum inophyllum) merupakan salah satu jenis tanaman hutan asli Indonesia yang dapat hidup dan berkembang pada kondisi lingkungan ekstrem. Nyamplung tersebar di banyak kepulauan di Indonesia mulai dari Sumatera hingga Papua.
Pohon nyamplung bukan merupakan tanaman pangan, namun menghasilkan buah nyamplung yang bijinya dapat dimanfaatkan sebagai sumber minyak nabati sangat baik. Selama ini, biji nyamplung telah dimanfaatkan sebagai minyak nabati atau biasa disebut sebagai tamanu crude oil (TCO). Secara umum TCO ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati/biofuel, produk kesehatan, dan kosmetik.
“Sebagai produk komestik dan obat-obatan, TCO dapat digunakan sebagai biofuel dan saat ini telah digunakan untuk perawatan wajah maupun bahan obatan-obatan herbal yang sangat diminati di Indonesia,”papar dosen Fakultas Peternakan (Fapet) UGM, Ir. Dimas Hand Vidya Paradhipta, S.Pt., M.Sc., Ph.D., IPP., Rabu (12/2).
Dimas menuturkan industri TCO menghasilkan limbah berupa bungkil yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pakan. Hal ini mengemuka dari hasil riset yang dilakukan oleh tim dosen Fapet bekerja sama dengan BRIN melalui hibah program Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) tahun 2023 hingga 2025.
Tim riset tersebut terdiri atas Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU., ASEAN Eng., Prof. Dr. Ir. Chusnul Hanim, M.Si., IPM., ASEAN Eng., Prof. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. (PR-KTKRK, OR-HL, BRIN)., Sinta Maharani, S.Pt., M.Si. (PR-ZT, OR-HL, BRIN), dan Aziz Umroni, S.Hut., M.AgSc. (PR-KTKRK, OR-HL, BRIN).
Penggunaan bungkil biji nyamplung sebagai pakan tunggal, kata Dimas, terbukti mampu menghasilkan atau menurunkan konsentrasi produksi metan pada ternak ruminansia secara in vitro. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan senyawa metabolit sekunder yang dapat memodifikasi fermentasi dalam rumen.
Pada tahun pertama, penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa bungkil biji nyamplung dapat digunakan sebagai pakan ternak, terutama ternak ruminansia. Bungkil biji nyamplung memiliki kandungan protein kasar sekitar 20%, lemak kasar sebesar 15.3%, total phenol sebesar 6.47% dan total flavonoid sebesar 1.70%. Namun saat ini, bungkil biji nyamplung belum direkomendasikan sebagai pakan unggas karena kandungan serat kasarnya yang tinggi, hampir 18%. Hal ini dapat terjadi karena model pengepresan minyak biji nyamplung masih menggunakan sistem hidrolik. Ke depan apabila sudah menggunakan sistem pengepresan screw press expeller, diharapkan bungkil biji nyamplung memiliki kandungan serat kasar yang lebih rendah.
“Riset tahun kedua kita berfokus pada penggunaannya dalam pakan campuran, sementara riset tahun ketiga aplikasinya pada domba,”kata Dimas.
Penulis: Satria
Foto: Dimas